Selasa, 12 Februari 2013

Maraknya tawuran di sekeliling kita

                                                                             (Adegan ini jangan ditiru)

Meningkatnya tahun ataupun zaman yang semakin modern, tidaklah dimanfaatkan dengan hal-hal yang positive bagi masyarakat terutama kalangan pelajar. Perkelahian atau lebih sering kita sebut dengan "tawuran" mungkin sudahlah tidak asing lagi terdengar ditelinga kita. Tercatat dari tahun ke tahun jumlah angka tawuran semakin meningkat. Korban tidak hanya mengalami luka-luka, bahkan sering menewaskan si korban tersebut. Banyak dampak negative yang dialami oleh korban, keluarga / kerabat korban serta lingkungan masyarakat setempat. Dampak negative yang dialami korban yaitu  cedera yang dialami si korban dan melanggar norma-norma didaerahnya. Dampak lain yang dialami oleh masyarakat setempat yaitu rusaknya fasilitas-fasilitas umum seperti, bus, halte, dan fasilitas lainnya. Akibat yang terakhir ini jelas memiliki konsekuensi jangka panjang terhadap kelangsungan hidup bermasyarakat di Indonesia. Penyebab perkelahian pelajar tidaklah sederhana. Terutama di kota besar, masalahnya sedemikian kompleks, meliputi faktor sosiologis, budaya, psikologis, juga kebijakan pendidikan dalam arti luas (kurikulum yang padat misalnya), serta kebijakan publik lainnya seperti angkutan umum dan tata kota. Secara psikologis, perkelahian yang melibatkan pelajar usia remaja digolongkan sebagai salah satu bentuk kenakalan remaja. Kenakalan remaja, dalam hal perkelahian, dapat digolongkan ke dalam 2 jenis delikuensi yaitu situasional dan sistematik. Pada delikuensi situasional, perkelahian terjadi karena adanya situasi yang “mengharuskan” mereka untuk berkelahi. Keharusan itu biasanya muncul akibat adanya kebutuhan untuk memecahkan masalah secara cepat. Sedangkan pada delikuensi sistematik, para remaja yang terlibat perkelahian itu berada di dalam suatu organisasi tertentu atau geng. Di sini ada aturan, norma dan kebiasaan tertentu yang harus diikuti angotanya, termasuk berkelahi. Sebagai anggota, mereka bangga kalau dapat melakukan apa yang diharapkan oleh kelompoknya.